Senin, 10 Juni 2013

Home » » Bila Orangtua Mengerjakan PR Anak

Bila Orangtua Mengerjakan PR Anak

Orangtua Mengerjakan PR Anak
Orangtua wajib membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah atau PR. Namun jangan salah, membantu tidak sama dengan mengerjakan. Jadi biarkan si kecil yang mengerjakan PR sementara ayah ibu memberikan dukungan agar si buah hati dapat menyelesaikan PR-nya.

Anindita Budhi R, SPsi, konselor Yayasan Pendidikan Pupuk Kaltim, Bontang menjelaskan bila orangtua yang mengerjakan PR anak, ada beberapa efek negatifnya.

1. Kurangnya penguasaan anak terhadap keterampilan tertentu khususnya keterampilan dasar.
Contohnya, pelajaran prakarya/keterampilan tangan, anak pasti dihadapkan pada penggunaan alat-alat tertentu, semisal gunting. Pemakaian gunting sebetulnya melatih motorik halus anak dalam memotong sesuatu. 

Kadang ada orangtua yang khawatir dan takut anaknya terluka jika menggunakan gunting, sehingga orangtua mengambil alih pekerjaan anak dan mengguntingkan sesuatu untuk anaknya. Padahal, memakai gunting dan melakukan berbagai pola menggunting (gunting menurut garis lurus, gunting mengikuti garis lengkung dan sebagainya) adalah keterampilan dasar yang harus dikuasai setiap anak. 

Jika setiap PR yang menggunakan gunting dikerjakan orantua, lama kelamaan anak akan terbiasa untuk langsung memberikan ke orangtua, sehingga ia pun tak bisa menggunting dengan baik.

2. Anak merasa kurang yakin dengan kemampuannya sendiri.
Jika semua hal dikerjakan orangtuanya, muncul perasaan ia tak dipercaya atau perasaan tidak mampu. Apalagi ketika salah sedikit, ia langsung dikritik secara berlebih, tetapi orangtua tidak menunjukkan bagian mana yang salah atau perlu diperbaiki. Jika terjadi demikian, anak perlu dibantu dengan penjelasan prosesnya, sekali lagi bukan dengan memberi tahu jawabnya.

3. Anak mudah menyerah pada tantangan.
PR sejatinya merupakan bentuk permasalahan yang juga berupa tantangan bagi anak. Anak diberikan latihan bagaimana ia belajar menyelesaikan masalah. Jika orangtua mengerjakan PR anak, akan terbentuk "solusi" semu pada masalah yang dihadapi anak. 

"Kalau tidak bisa menyelesaikan PR, ya serahkan saja pada Papa, semua beres" demikian pemikiran anak. 

Harusnya orangtua mendorong anak untuk menjawab tantangan, rasa ingin tahu, dan memuaskan rasa penasarannya. Jadi, anak terbiasa dan terdorong untuk selalu mencari jawaban atas setiap masalah yang ia hadapi.

4. Anak kurang bertanggung jawab pada tugasnya.
Ketika orangtua mengerjakan PR anak, anak cenderung menganggap PR itu bukan suatu hal yang menjadi tanggung jawabnya. Di sinilah seharusnya orangtua menekankan bahwa PR adalah bagian dari tugas anak sebagai pelajar. Jadi, sesulit apa pun PR yang ada, anak harus mengerjakannya. Orangtua bisa menjadi tempat bertanya bila ada yang tidak dipahami.

Editor : wawa
Sumber: Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Drs. SUPRIADI, MSI

Republika Online - Pendidikan RSS Feed

KOMPAS.com - Edukasi

  © The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008 modified by DeJaka

Back to TOP