Minggu, 15 Desember 2013

Lindungi Anak-anak Kita dari Tayangan Tak Mendidik

Tayangan Tak Mendidik

Memprihatinkan. Apakah kata itu ada dalam benak Anda menanggapi beberapa tayangan di televisi belakangan ini? 

Mulai dari acara tak mendidik, menjual air mata, merendahkan orang lain atau menipu, maka Andalah sebagai orang tua yang harus cerdik. Agar anak-anak Anda tak menjadi korban dampak negatif dari sejumlah tayangan itu. 

Buatlah peraturan yang tegas tapi juga tidak mengekang kesenangan putra-putri Anda. Bagaimanapun mereka butuh hiburan untuk menceriakan aktivitas mereka.


Potong Waktu


Bukan meminta Anak-anak berhenti menonton sejumlah tayangan di televisi, tapi Anda harus menentukan berapa lama waktu untuk mereka menikmati hiburan di televisi.

The American Academy of Pediatrics merekomendasikan, lebih lebih dari dua jam bagi anak-anak untuk menonton televisi tiap hari.


Batasi Acara Yang Berseri


Acara yang berseri pasti menggoda anak-anak menonton kelanjutan berikutnya, maka minta anak Anda memilih satu jenis acara berseri untuk mereka ikuti.

Membatasi mereka menonton acara yang berseri adalah cara baik untuk mengendalikan mereka dari ketagihan nonton acara di televisi.


Alihkan Perhatian


Jangan biarkan pihak luar merusak anak Anda. Maka Anda sebagai orang tua harus pintar-pintar melakukan daya upaya agar anak Anda tidak menjadi korban dampak negatif dari tayangan tak mendidik.

Orang tua harus meluangkan waktu mereka bersama anak-anak untuk melakukan hal lain yang lebih menarik dan mendidik dari sekadar nonton. Jangan hanya melarang, tapi tak menciptakan solusi.
Pilih program ramah anak

Terdengar sulit? Jangan berkecil hati, pasti ada satu, dua acara televisi yang masih mengedepankan untuk mencerdaskan anak-anak dan bertanggjawab akan tayangannya bagi perilaku sosial anak-anak.

Cari program yang ramah anak, yang tidak ada kata-kata atau tindakan saling merendahkan, menipu atau mengarah ke anarkis.

Libatkan Anak Kita

Bagaimanapun Anda harus mengakomodasi keinginan anak. Jangan melulu Anda yang menjadi penentu, tapi dengarkan keingina anak.

Anda bisa memintanya menentukan tayangan mana yang akan ditontonnya. Setelah itu, jangan langsung menolak atau menerima, berikan pemahaman tentang acara-acara itu, apa buruknya, apa baiknya.
Jadi contoh

Seperti yang sudah disampaikan tadi, jangan hanya bisa melarang tapi Anda tidak memberi contoh yang baik. Kalau Anda melarang anak Anda menonton, itu pasti ada hal kurang baik, lalu kenapa Anda juga menontonnya.

Apa yang dilakukan anak adalah mencontoh orang tuanya. Orang tua harus jadi panutan yang baik bagi anak-anaknya.

Dampingi

Maka yang terbaik dalam dampingi ketika anak-anak Anda menonton televisi. Berikan pemahaman dan cari tahu apa yang ada di benaknya tentang tayangan itu.

Beri pemahaman dan informasi yang baik untuk anak Anda, sehingga anak Anda bisa menentukan apakah itu patut mencontoh atau tidak tayangan yang ia lihat.
Tegas

Peraturan harus diterapkan, maka Anda harus konsisten terhadap atuaran yang Anda buat. Bukan anak-anak saja yang harus mematuhi, tapi Anda harus menciptakan kondisi dan situasi yang menyenangkan dan baik sehingga anak Anda mematuhi aturan yang Anda buat. [Inilah.com/mor]

Senin, 10 Juni 2013

Bila Orangtua Mengerjakan PR Anak

Orangtua Mengerjakan PR Anak
Orangtua wajib membantu anak mengerjakan pekerjaan rumah atau PR. Namun jangan salah, membantu tidak sama dengan mengerjakan. Jadi biarkan si kecil yang mengerjakan PR sementara ayah ibu memberikan dukungan agar si buah hati dapat menyelesaikan PR-nya.

Anindita Budhi R, SPsi, konselor Yayasan Pendidikan Pupuk Kaltim, Bontang menjelaskan bila orangtua yang mengerjakan PR anak, ada beberapa efek negatifnya.

1. Kurangnya penguasaan anak terhadap keterampilan tertentu khususnya keterampilan dasar.
Contohnya, pelajaran prakarya/keterampilan tangan, anak pasti dihadapkan pada penggunaan alat-alat tertentu, semisal gunting. Pemakaian gunting sebetulnya melatih motorik halus anak dalam memotong sesuatu. 

Kadang ada orangtua yang khawatir dan takut anaknya terluka jika menggunakan gunting, sehingga orangtua mengambil alih pekerjaan anak dan mengguntingkan sesuatu untuk anaknya. Padahal, memakai gunting dan melakukan berbagai pola menggunting (gunting menurut garis lurus, gunting mengikuti garis lengkung dan sebagainya) adalah keterampilan dasar yang harus dikuasai setiap anak. 

Jika setiap PR yang menggunakan gunting dikerjakan orantua, lama kelamaan anak akan terbiasa untuk langsung memberikan ke orangtua, sehingga ia pun tak bisa menggunting dengan baik.

2. Anak merasa kurang yakin dengan kemampuannya sendiri.
Jika semua hal dikerjakan orangtuanya, muncul perasaan ia tak dipercaya atau perasaan tidak mampu. Apalagi ketika salah sedikit, ia langsung dikritik secara berlebih, tetapi orangtua tidak menunjukkan bagian mana yang salah atau perlu diperbaiki. Jika terjadi demikian, anak perlu dibantu dengan penjelasan prosesnya, sekali lagi bukan dengan memberi tahu jawabnya.

3. Anak mudah menyerah pada tantangan.
PR sejatinya merupakan bentuk permasalahan yang juga berupa tantangan bagi anak. Anak diberikan latihan bagaimana ia belajar menyelesaikan masalah. Jika orangtua mengerjakan PR anak, akan terbentuk "solusi" semu pada masalah yang dihadapi anak. 

"Kalau tidak bisa menyelesaikan PR, ya serahkan saja pada Papa, semua beres" demikian pemikiran anak. 

Harusnya orangtua mendorong anak untuk menjawab tantangan, rasa ingin tahu, dan memuaskan rasa penasarannya. Jadi, anak terbiasa dan terdorong untuk selalu mencari jawaban atas setiap masalah yang ia hadapi.

4. Anak kurang bertanggung jawab pada tugasnya.
Ketika orangtua mengerjakan PR anak, anak cenderung menganggap PR itu bukan suatu hal yang menjadi tanggung jawabnya. Di sinilah seharusnya orangtua menekankan bahwa PR adalah bagian dari tugas anak sebagai pelajar. Jadi, sesulit apa pun PR yang ada, anak harus mengerjakannya. Orangtua bisa menjadi tempat bertanya bila ada yang tidak dipahami.

Editor : wawa
Sumber: Kompas.com

Jumat, 31 Mei 2013

Download Silabus Kurikulum 2013 untuk SD

Kurikulum 2013

Mulai tahun pelajaran 2013/2014 Kurikulum 2013 akan diterapkan di sekolah yang mendapat prioritas dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Untuk silabus Kurikulum 2013 dibuat Kemendikbud. Secara bertahap Kurikulum pengganti KTSP ini diimplementasikan. Tahap awal untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) diterapkan pada kelas 1 dan kelas 4.

Kurikulum 2013 untuk SD menggunakan metode tematik integratif, yaitu dalam pembelajaran menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa materi ajar. Tema akan yang akan menjadi penggerak mata pelajaran yang lain. Pada kurikulum baru SD masing-masing kelas akan disediakan banyak tema. Umumnya tiap tingkatan kelas mempunyai delapan tema berbeda.

Pada Kurikulum 2013 yang akan diterapkan Juli 2013, guru tak perlu repot lagi untuk membuat silabus. Kemendikbud mengambil alih pembuatan silabus pada kurikulum 2013. Pembahasan silabus dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud. Penyusunan silabus ini melibatkan para guru, dosen dan ahli pendidikan. 

Berikut contoh silabus Kurikulum 2013 untuk SD:

  • Silabus Kelas 1 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD
  • Silabus Kelas 2 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD
  • Silabus Kelas 3 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD
  • Silabus Kelas 4 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD
  • Silabus Kelas 5 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD
  • Silabus Kelas 6 SD Kurikulum 2013 | DOWNLOAD

Silabus merupakan program pembelajaran yang akan dijadikan dasar untuk membuat rencana pembelajaran. Penyusunan silabus oleh pusat ini dimaksudkan agar pengawasan dan kontrol pendidikan jadi lebih mudah. Sehingga proses pembelajaran tidak menurut cara yang diketahuinya sendiri-sendiri.

Sumber: sekolahdasar.net

Kamis, 21 Februari 2013

Draf Kurikulum 2013 untuk SD/MI Terbaru

Kurikulum 2013 untuk SD/MI Terbaru

Tahun ajaran baru Juli 2013 Kurikulum Baru akan diterapkan di semua jenjang sekolah, termasuk Sekolah Dasar (SD). Draf Kurikulum 2013 yang dirilis saat uji publik sampai sekarang kerap mengalami perubahan. Tetapi draf Kurikulum 2013 yang terbaru atau versi terakhir sudah kembali dirilis ke publik.

Dokumen Draf Kurikulum 2013 ini berisi deskripsi Kompetensi Dasar, dokumen ini berisi pula Kompetensi Inti dan Struktur Kurikulum. Dokumen Draf Kurikulum 2013 untuk SD/MI juga memuat berbagai tema yang diintegrasikan dari Kompetensi Dasar berbagai mata pelajaran. Kompetensi Dasar dikembangkan dari Kompetensi Inti, sedangkan pengembangan Kompetensi Inti mengacu pada Struktur Kurikulum.

Kompetensi Inti merupakan kompetensi yang mengikat berbagai Kompetensi Dasar ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus dimiliki peserta didik untuk setiap kelas melalui pembelajaran Kompetensi Dasar yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik integratif dengan pendekatan pembelajaran siswa aktif.

Kurikulum SD/MI menggunakan pendekatan pembelajaran tematik integratif dari kelas I sampai kelas VI. Pembelajaran tematik integratif merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

Dalam Draf Kurikulum 2013 untuk SD/MI terlampir Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar juga mata pelajaran yang diajarkan di SD/MI yaitu Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, serta Daftar Tema dan Alokasi Waktunya.

Berikut link untuk mendownload Draf Kurikulum 2013:

Rabu, 06 Februari 2013

Jadual UAMBN dan UN MI 2013

Jadual UAMBN dan UN MI 2013

A. JADUAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MI 2013

NO
JENIS
UAMBN
HARI DAN
TANGGAL
PUKUL
MATA PELAJARAN
1
Utama
Senin, 8 April 2013
08.00 – 09.30
Al-Qur’an-Hadis
10.00 – 11.30
Akidah-Akhlak
Susulan
Senin, 15April 2013
08.00 – 09.30
Al-Qur’an-Hadis
10.00 – 11.30
Akidah-Akhlak
2
Utama
Selasa, 9 April 2013
08.00 – 09.30
Fikih
10.00 – 11.30
Sejarah Kebudayaan Islam
Susulan
Selasa, 16 April 2013
08.00 – 09.30
Fikih
10.00 – 11.30
Sejarah Kebudayaan Islam
3
Utama
Rabu, 10 April 2013
08.00 – 10.00
Bahasa Arab
Susulan
Rabu, 17 April 2013
08.00 – 10.00
Bahasa Arab

B. JADUAL UJIAN NASIONAL (UN) MI 2013


NO
MATA PELAJARAN
SOAL
WAKTU
TANGGAL
1
Bahasa Indonesia
50
120 menit
6 Mei 2013
2
Matematika
40
120 menit
7 Mei 2013
3
Ilmu Pengetahuan Alam
40
120 menit
8 Mei 2013

Sumber: http://mapendajatim.wordpress.com

Selasa, 29 Januari 2013

Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013


Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber: Pengembangan Kurikulum 20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud)

Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya meyakini, secara konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati  kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama seperti  apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran Konstruktivisme, PAKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning,  Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif dengan aneka tipenya, dan sebagainya.

Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh berbeda. Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran mutakhir tersebut telah terimplementasikan di lapangan?

Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK dan KTSP, yang tentunya tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaan kira-kira seperti ini:

“Anggap saja dalam  satu semester terjadi 16 kali pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?”

Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode ceramah (Chalk and Talk Approach).

Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan KTSP, setidaknya saya melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang  berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:

1.  Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).

Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a) kategori berat, yaitu mereka yang menunjukkan ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran mutakhir, mengenal judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika mengajar  dia berdiri di depan kelas – atau bahkan hanya duduk di kursi guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir pelajaran, sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun;  dan (b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.

2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).

Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge, tetapi lambat laun semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.

Kembali kepada persoalan Pendekatan dan  Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini telah menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi Kurikulum 2013 [lihat: Keberhasilan Kurikulum 2013]. Hampir bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan  metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013.

Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian saya berharap dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti, perlu ada upaya-upaya tertentu untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin lebih penting dari sekedar menanamkan kemampuan.

Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013, niscaya kehadiran Kurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya.  Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?

Sumber : Akhmad Sudrajat

Kamis, 24 Januari 2013

Teori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Konstruktivisme

Teori Belajar
Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.

Teori Belajar Kognitif 

Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
  • Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
  • Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  • Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  • Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  • Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 8).

Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut ( Nur, 2002 :8).

Drs. SUPRIADI, MSI

Republika Online - Pendidikan RSS Feed

KOMPAS.com - Edukasi

  © The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008 modified by DeJaka

Back to TOP