Senin, 30 April 2012

Info Olimpiade Sains, Bahasa, Dan Agama

PANDUAN PELAKSANAAN
OLIMPIADE SAINS, BAHASA, DAN AGAMA
TINGKAT MI, MTs, DAN MA SE-JAWA TIMUR TAHUN 2012

Latar Belakang

Peningkatan pelayanan dan kualitas pendidikan perlu terus diupayakan melalui pembinaan dan evaluasi secara kontinyu dan berkesinambungan. Untuk itu, proses pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan perlu penanganan yang serius dan penuh tanggung jawab dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang selaras dengan situasi dan kondisi yang ada

Salah satu kegiatan yang relevan dengan hal tersebut di atas adalah kegiatan Olimpiade Sains, Bahasa, dan Agama Tingkat MI, MTs, dan MA Se-Jawa Timur, sebagai ajang kompetisi bagi peserta didik yang sekaligus merupakan kegiatan evaluasi terhadap hasil pembinaan selama ini yang dilakukan oleh masing-masing madrasah di Lingkungan Provinsi Jawa Timur.

Dasar Pelaksanaan
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
  3. Surat Edaran Dirjen Pendis, Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama RI No.DT.I.I/5/PP.006/235A/2012 Tentang Pemberitahuan Rencana Pelaksanaan Kompetisi Sains Madrasah Nasional 2012
Tujuan
  1. Menumbuhkembangkan budaya kompetitif yang sehat di kalangan siswa Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. 
  2. Meningkatkan wawasan pengetahuan, kemampuan, kretifitas, dan kerja keras untuk mengusai ilmu-ilmu Sains, Bahasa, dan Agama. 
  3. Meningkatkan motivasi belajar dan intelektual siswa Madrasah.
  4. Menanamkan ukhuwah Islamiyah antar keluarga besar Madrasah di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. 
  5. Meningkatkan motivasi pelaksanaan program pembinaan peningkatan prestasi siswa Madrasah di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. 
  6. Menentukan perwakilan Provinsi Jawa Timur pada Olimpiade sains MTs dan MA di Tingkat Nasional ( tanggal 25 29 Juni 20112 ).
Sasaran
  1. Siswa MI ( Negeri/Sawsta ) Se Jawa Timur. 
  2. Siswa MTs ( Negeri/Swasta ) Se Jawa Timur. 
  3. Siswa MA ( Negeri/Swasta ) Se Jawa Timur
Hasil Yang Diharapkan 
  1. Terciptanya suasana kompetisi yang sehat antar siswa Madrasah di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. 
  2. Terciptanya peningkatan mutu pendidikan Madrasah di lingkungan Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. 
  3. Terciptanya kesadaran siswa, dan guru terhadap pentingnya inovasi dan kreatifitas dalam belajar.
  4. Terpilihnya perwakilan Provinsi Jawa Timur pada Olimpiade Sains Tingkat MTs dan MA di Tingkat Nasional pada tanggal 25-29 Juni 2012.
Waktu dan Tempat Kegiatan

Olimpiade Sains, Bahasa, dan Agama Tingkat MTs dan MA Se-Jawa Timur Tahun 2012 dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2012, sedangkat Tingkat MI Se-Jawa Timur tanggal 23 Mei 2012, bertempat di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Jl. Manyar Kertoadi No. 1 Surabaya.

Untuk Info (Edaran) selangkapnya bisa download file pdf disini.

Minggu, 29 April 2012

Karakter Anak Bermasalah

Karakter Anak Bermasalah

Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin”.

Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.

Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan tujuh tahun kebawah dan disekitar tujuh tahun pertama kehidupan manusia? Pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.

Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :
  1. Kebutuhan akan rasa aman
  2. Kebutuhan untuk mengontrol
  3. Kebutuhan untuk diterima
Tiga kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.

Kurang lebih ada enam (6) ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan. Inilah ciri-ciri karakter tersebut :

1. Susah diatur dan diajak kerja sama

Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.

Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.

2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua

Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.

3. Menanggapi negatif

Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.

4. Menarik diri

Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.

5. Menolak kenyataan

Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.

6. Menjadi pelawak

Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Semoga bermanfaat.

Jumat, 20 April 2012

Beasiswa Kedokteran Khusus Santri

Beasiswa Kedokteran Khusus Santri
Okezone MALANG - Universitas Islam Malang (Unisma) membuka program beasiswa untuk Fakultas Kedokteran khusus alumni pondok pesantren.

Menurut Kepala Hubungan Masyarakat Unisma Pardiman, program yang baru dibuka tahun ajaran 2012 ini memang khusus untuk menarik calon mahasiswa dari kalangan pesantren.

Salah satu persyaratannya, kata Pardiman, adalah mereka harus benar-benar lulusan pondok pesantren. Hal ini dibuktikan dengan surat rekomendasi dari pengasuh pondok pesantren tempat calon mahasiswa itu belajar. "Kami juga tetap melakukan tes bagi mereka yang mengambil beasiswa itu," ujar Pardiman, Kamis (19/4/2012).

Pardiman menjelaskan, program beasiswa ini merupakan program Kementerian Agama (Kemenag) dan Unisma mendapatkan kuota 40 santri.

Diakui Pardiman, lulusan pesantren yang masuk ke Fakultas Kedokteran sangat minim karena terkendala biaya dan kurang diakomodasi. Padahal, banyak santri yang bercita-cita menjadi dokter. Sehingga, program ini diharapkan dapat membantu peningkatan keilmuan di bidang kedokteran bagi santri.

Menariknya, program beasiswa ini juga mewajibkan santri yang telah lulus kuliah mengabdi di pondok pesantren tempatnya belajar dahulu, minimal dua tahun. Pengabdian ini dimaksudkan untuk membantu warga di sekitar pondok pesantren dan para santri lainnya sebagai salah satu timbal balik bagi pesantren yang telah memberikan rekomendasi.(rfa)

Kamis, 19 April 2012

The Devils Are In The Details

KOMPAS.com - The devils are in the details adalah sebuah peribahasa yang menggambarkan, bahwa detail yang terlihat kecil dan sederhana bisa sangat berpengaruh terhadap hal yang lebih besar. Detail bisa menjadi sesuatu sangat penting. Hal tersebut juga berlaku di dunia pendidikan.

The Devils Are In The Details
FOTO: M. LATIEF/KOMPAS.com
Di dunia pendidikan, detail misalnya, adalah apa yang terjadi di dalam kelas, apa yang dibaca oleh siswa, kapasitas masing-masing guru dalam menyampaikan pembelajaran dan juga praktek pembelajaran (di dalam maupun luar kelas) itu sendiri. Itu semua sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan Indonesia secara keseluruhan. Apa yang siswa pelajari hari ini akan membentuk pemikirannya di masa yang akan datang.

Pada pembukaan Rembuk Nasional Pendidikan (3/3/2010), Pak Nuh (Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan) mengungkapkan, "Potensi-potensi yang berupa kekuatan batin, karakter, intelektual, serta fisik. Semua itu harus kita integrasikan menjadi sesuatu kekuatan dari sang anak," (Kompas.com/3/3/2010).

Sebenarnya, pernyataan Mendikbud tersebut dan berbagai slogan lainnya, seperti "Pentingnya Pendidikan Karakter" tidak ada artinya saat berbagai detail dalam keseharian dunia pendidikan Indonesia tidak diperhatikan. Pemerintah juga harus memperhatikan hal ini.

Kasus seperti beredarnya Lembar Kerja Siswa (LKS) berkualitas rendah di sekolah-sekolah di Indonesia (termasuk di sekolah negeri) merupakan salah satu contoh bagaimana pemerintah lalai memperhatikan detail dalam kondisi pendidikan di Indonesia.

Puncak gunung es

Kasus terungkapnya materi LKS untuk siswa kelas 1 dan 2 SD mengenai "Istri Simpanan" dan "Si Angkri", yang isinya tidak mendidik, hanya puncak dari gunung es. Para pengamat dan praktisi pendidikan sudah lama tahu mengenai beredarnya LKS dan buku pelajaran yang rendah kualitasnya di sekolah-sekolah di Indonesia. Mereka sudah memprotes masalah ini sejak lama, meskipun kasusnya belum terungkap seheboh sekarang.

Beberapa tahun lalu, saat Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta (PLBJ) masih bernama Pendidikan Lingkungan Kehidupan Jakarta (PLKJ), sudah ada materi ajar beredar di SD di Jakarta yang berisi mengenai pentingnya pusat perbelanjaan untuk warga kota. Di dalam salah satu buku yang digunakan untuk pengajaran di dalam kelas itu tertulis:

"Dibangunnya pusat perbelanjaan yang non-tradisional (moderen) merupakan kebutuhan warga kota. Warga kota menghendaki keamanan dan kenyamanan berbelanja. Di kota-kota seperti Jakarta banyak dibangun pasar swalayan (supermarket). Pasar swalayan memenuhi kebutuhan masyarakat. Berbelanja di pasar swalayan akan merasa aman dan nyaman. Tempatnya bersih sejuk, serta pelayanannya memuaskan. Di sana tidak terjadi permainan harga sehingga pembeli tidak merasa dirugikan,"

Di dalamnya juga disebutkan berbagai nama pusat perbelanjaan yang ada di Jakarta.

"Tempat perbelanjaan moderen di Jakarta, misalnya Mall Kelapa Gading di Jakarta Utara, Plaza Senayan di Jakarta Pusat, Pasaraya Manggarai di Jakarta Selatan, dan Supermarket Hero,"

Penggunaan bahan ajar yang sedemikian rupa sama sekali tidak membantu siswa untuk bisa menjadi lebih tercerdaskan. Kalaupun siswa ingin diajak belajar mengenai pusat perbelanjaan, seharusnya mereka diminta mewawancarai petugas kebersihan di sana, manajer, dan sebagainya. Mereka bisa diminta untuk menganalisis jam kerja berbagai pegawai serta, misalnya, perbedaan gaji yang diperoleh kedua pihak.

Kasus semacam ini terjadi semenjak lama. Apakah pemerintah tahu hal ini? Apakah Pemerintah benar-benar tahu kondisi pendidikan Indonesia di lapangan?

Beredarnya LKS dan buku pelajaran yang rendah kualitasnya sebenarnya sudah menjadi rahasia umum. Materi-materi semacam ini beredar di banyak sekolah di Indonesia. Lucunya, pemerintah seakan-akan kaget dengan hal ini. Mereka pikir ini adalah kasus khusus, yang tidak umum. Padahal, kejadian seperti ini bukan pertama kalinya terjadi. Entah mereka benar-benar tidak tahu (karena tidak pernah turun ke lapangan) atau mereka memang pura-pura tidak tahu.

Memang benar, di beberapa sekolah, guru sudah bisa membuat bahan ajar sendiri. Hal seperti ini dapat kita temui di SD Hikmah Teladan Cimahi, SD Semi Palar Bandung, dan berbagai sekolah lainnya, baik sekolah negeri maupun swasta.

Tetapi, berapa persen guru yang memang memiliki kemampuan membuat bahan ajar sendiri? Apakah pemerintah memiliki database itu?

Jangankan membuat bahan ajar sendiri, sejumlah guru bahkan belum tahu caranya memilih mana bahan ajar yang memang edukatif, dan mana yang tidak. Ini dikarenakan tidak semua guru memiliki literasi yang baik.

Pada pelatihan-pelatihan yang pernah diselenggarakan Ikatan Guru Indonesia (IGI), masih sering ditemui guru yang bahkan tidak membaca satu buku pun dalam sebulan. Dalam sebuah seminar IGI pada 2011 lalu, sekitar 500 orang guru mengaku tidak pernah membaca kurikulum. Mereka hanya mengandalkan buku teks yang ada. Boro-boro merancang bahan ajar sendiri!

Meskipun begitu, sebenarnya banyak di antara mereka bersemangat meningkatkan kualitas dirinya. Sayangnya, mereka tidak selalu terfasilitasi dengan baik. Untuk pemerintah sendiri, sebenarnya ada beberapa pertanyaan. Apakah pemerintah benar-benar tahu kondisi pendidikan di lapangan?

Terlepas dari nilai guru pada hasil uji kompetensi guru, apakah pemerintah benar-benar tahu kapasitas guru yang sesungguhnya? Apakah pemerintah tahu bahwa masih banyak guru yang tidak bisa membuat bahan ajar sendiri?

Merasa sudah berbuat sesuatu

Memang, pemerintah sudah merasa "berbuat sesuatu" dengan menyeleksi berbagai buku pelajaran melalui Pusat Kurikulum dan Buku Kementerian Pendidikan Nasional (Puskurbuk). Tentu hal ini patut kita apresiasi. Tetapi, apakah hal tersebut berarti tanggung jawab pemerintah selesai? Apakah pemerintah boleh lepas tangan terhadap apa yang terjadi di dalam kelas?

Seperti diberitakan di Kompas.com (12/4/2012), Diah Hariyanti (Kepala Puskurbuk) mengatakan, "Itu bukan tanggung jawab kami karena LKS diedarkan tanpa harus melewati seleksi Puskurbuk".

Tampaknya, yang dilupakan pemerintah adalah bahwa pemerintah terdiri dari berbagai komponen. Puskurbuk hanyalah salah satu komponen dari pemerintah. Baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dinas Pendidikan Tingkat Kota, Pengawas Sekolah, sampai guru-guru (khususnya yang bergelar PNS), juga merupakan bagian dari pemerintah. Dalam hal ini, mereka bertugas melayani peserta didik sebaik-baiknya, agar semua peserta didik bisa menjadi lebih cerdas dan berkembang potensinya. Nah, apakah pemerintah benar-benar melakukan ini?

Lalu, di mana fungsi pengawas sekolah?

Sebenarnya di dalam sistem pendidikan Indonesia yang sekarang ada fungsi pengawas. Pengawas ini seharusnya bisa berperan banyak untuk mencegah penggunaan bahan ajar yang rendah kualitasnya. Mereka harus memeriksa berbagai dokumen pembelajaran seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan bahan ajar untuk guru.

Tak hanya itu. Mereka juga harus melakukan observasi untuk menilai Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di dalam kelas. Kalau observasi, analisa, dan hasil evaluasi mengenai KBM dilakukan secara benar, kasus seperti penggunaan LKS "Istri Simpanan" bisa dihindari.

Setidaknya, pengawas seharusnya tahu sekolah mana yang masih menggunakan LKS atau buku pelajaran yang rendah mutunya. Mereka harus merekomendasikan buku lebih berkualitas dan malah seharusnya membantu meningkatkan kualitas guru, sehingga mereka bisa membuat bahan ajar sendiri.

Di sisi lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional harus mulai membuka mata. Mereka harus mulai mengumpulkan data base berupa berbagai kondisi pendidikan di Indonesia (bukan hanya sekolah yang bagus), mengevaluasi kinerja pengawas sekolah, serta membantu meningkatkan kapasitas guru agar bisa menyeleksi dan membuat bahan ajar sendiri, yang bersifat edukatif tentunya!
 
 ----------------------------
*Oleh: Oleh Dhitta Puti Sarasvati (Direktur Riset dan Pengembangan Program Ikatan Guru Indonesia)

Drs. SUPRIADI, MSI

Republika Online - Pendidikan RSS Feed

KOMPAS.com - Edukasi

  © The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008 modified by DeJaka

Back to TOP